Antropologi dan Pendidikan Dasar
A. Pengertian Antropologi Pendidikan
Antropologi berasal dari kata Yunani άνθρωπος (baca: anthropos)
yang berarti "manusia" atau "orang", dan logos yang berarti "wacana" (dalam pengertian "bernalar", "berakal").
Antropologi mempelajari manusia sebagai makhluk biologis sekaligus makhluk
sosial (wikipedia). Antropologi adalah suatu ilmu yang memahami
sifat-sifat semua jenis manusia secara lebih banyak. Antropologi yang dahulu
dibutuhkan oleh kaum misionaris untuk penyebaran agama Nasrani dan bersamaan
dengan itu berlangsung sistem penjajahan atas negara-negara diluar Eropa, dewasa ini dibutuhkan bagi
kepentingan kemanusiaan yang lebih luas. Studi antropologi selain untuk
kepentingan pengembangan ilmu itu sendiri, di negara-negara yang telah
membangun sangat diperlukan bagi pembuatan-pembuatan kebijakan dalam rangka
pembangunan dan pengembangan masyarakat. Landasan antropologis pendidikan adalah
asumsi-asumsi yang bersumber dari kaidah-kaidah antropologi yang dijadikan
titik tolak dalam pendidikan. Contoh : perbedaan kebudayaan masyarakat di
berbagai daerah (misalnya: sistem mata pencaharian, bahasa, kesenian, dsb).
Sebagai suatu disiplin
ilmu yang sangat luas cakupannya, maka tidak ada seorang ahli antropologi yang
mampu menelaah dan menguasai antropologi secara sempurna. Demikianlah maka antropologi dipecah-pecah menjadi beberapa bagian dan para ahli Antropologi masing-masing mengkhususkan diri pada spesialisasi sesuai dengan
minat dan kemampuannya untuk mendalami studi secara mendalam pada bagian-bagian
tertentu dalamantropologi. Dengan demikian, spesialisasi studi antropologi menjadi banyak, sesuai dengan perkembangan ahli-ahliantropologi dalam mengarahkan studinya untuk lebih mamahami sifat-sifat dan hajat
hidup manusia secara lebih banyak.
Antropologi secara garis besar dipecah menjadi 2
bagian yaitu antropologi
fisik/biologi dan antropologi budaya. Tetapi dalam pecahan antropologi budaya, terpecah – pecah lagi menjadi banyak sehingga menjadi
spesialisasi – spesialisasi, termasuk antropologi pendidikan. Seperti halnya kajian antropologi pada umumnya antropologi pendidikan berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan
perilakunya dalam rangka memperoleh pengertian yang lengkap tentang
keanekaragaman manusia khususnya dalam dunia pendidikan.
Antropologi mempelajari cara atau kebudayaan manusia. Jadi
dalam sosiologi dan antropologi pendidikan ini menjadi sebuah kesatuan dimana
ini menjadi acuan bagi para calon pendidik untuk bisa melaksanakan proses
belajar mengajar dengan mudah kerena mengetahui cara yang tepat menangani dan
mendidik peserta didik karena pendidik sudah mengetahui tata cara atau
kebiasaan – kebiasaan peserta didik dan keluarganya serta mengetahui kebudayaan
masyarakat sekitar. Korelatif (hubungan) Sosiologi Pendidikan terhadap
Antropologi Pendidikan Sosiologi dalam perannya di sistem pendidikan ditunjang
oleh antropologi.
Dalam system pendidikan berkaitan dengan pemberian pendidikan
untuk mengarahkan peserta didik agar berbudaya dengan sebagaimana mestinya,
mensosialisasikan mengenai perbedaan ciri fisik, warna kulit serta berbagai
hasil kebudayaannya hingga kelak peserta didik menjadi mampu untuk hidup secara
layak dengan social yang tinggi dalam masyarakat, kemudian interaksi yang
sesuai diajarkan sesuai dengan norma atau tatanan dalam masyarakat (kontrol
sosial), tata kelakuan dan cara bersikap atau berinteraksi di masyarakat,di
sekolah dan dalam keluarga, mengenalkan peserta didik akan status sosial dan
tingkatannya untuk diaplikasikan dalam masyarakat di masa depan. Hubungan
social antar masyarakat bertalian erat dengan norma kebiasaan dalam masyarakat
(kehidupan berbudaya), semua itu diharapkan selaras dengan pola interaksi pada
masyarakat dan kesesuaiannya dalam budaya masyarakat. Penerapan Sosiologi dan
Antropologi Pendidikan khususnya pada Pendidikan Dasar Sosiologi dan
antropologi pendidikan diterapkan dalam pendidikan dasar diantaranya :
1.
Mengajarkan cara bersikap terhadap teman orang tua dan orang
lain, · Mengenalkan pada siswa berbagai macam kebudayaan,
2.
Mengenalkan adanya status social, tanpa mempermasalahkan
perbedaan tersebut, · Menerapkan kebudayaan di dalam lingkungan sekolah, ·
3.
Mengajarkan tradisi daerah setempat, dengan harapan siswa
mampu meneruskan tradisi nantinya, ·
4.
Sebagai seorang guru harus menjalankan peranan guru dengan
sebaik – baiknya, · Mengenai kepribadian guru harus benar benar baik, karena
kepribadian guru sangat menentukan kelakuan siswa, ·
5.
Guru benar –benar mengenal kebiasaan anak, sehingga kita
sebagai guru akan lebih mudah menyikapi siswa.
Perlu dipahami mengenai faktor – faktor demografi dan ekologi
dalam masyarakat bekaitan dengan organisasi sekolah, terutama system pendidikan
di masyarakat serta integrasinya di dalam keseluruhan kehidupan masyarakat,
Beberapa contoh mengenai sekolah dasar adalah sebagai kontrol social Sekolah
dasar merupakan lembaga pendidikan dimana dalam lembaga tersebut dibentuk
kepribadian mulai dini, apa yang diajarkan pada anak usia sekolah dasar sangat
– sangat mempengaruhi kepribadian dan moral anak tersebut dimasa yang akan
datang. Contohnya dengan membentuk jiwa yang disiplin pada anak maka paling tidak
anak – anak dengan sendirinya mengaplikasikan sifat disiplin yang dia miliki
(yang sudah terbentuk melalui kebiasaan di sekolah) di dalam masyarakat.
Dikatakan bahwa sekolah sebagai lembaga yang mampu memperbaiki moralitas
bangsa, pembentukan karakter dan kepribadian manusia seutuhnya bermula dari
usia sekolah dasar, dimana mulai awal anak masuk ke dalam lembaga pendidikan
ini sudah dikenalkan dan diajarkan mengenai perilaku baik maupun buruk beserta
dampak negatif maupun dampak positif dari masing – masing perilaku tersebut.
B. Kebudayaan dan
Pendidikan Dasar
Perbedaan geografis
mencakup perbedaan-perbedaan yang disebabkan oleh faktor geografis seperti
letak daerah, misalnya: pantai, daerah pegunungan, daerah tropis, daerah sub
tropis, daerah subur, daerah tandus, dan sebagainya.
Sebagai contoh, pengaruh daerah sub tropis terhadap pola kerja manusia akan
berbeda dengan daerah tropis. Pada daerah sub tropis ada musim dimana manusia
kurang/tidak dapat bekerja secara penuh, terutama pada musim dingin, sehingga
keadaan ini memaksa manusia daerah sub tropis untuk mempersiapkan cadangan
makanan untuk musim dingin. Demikian pula masyarakat di daerah gersang akan
terpaksa bekerja lebih keras untuk mempertahankan hidupnya dibandingkan dengan
daerah subur.
Perbedaan-perbedaan tersebut melahirkan pula perbedaan kebudayaan, baik
dalam wujud ide-ide, pola, tingkah laku maupun kebudayaan. Di daerah subur
seperti di Indonesia, dimana manusia tidak perlu berjuang keras untuk
mempertahankan hidupnya, dimana sumber-sumber alam relatif mudah diambil,
membuat manusia juga bermurah hati terhadap sesamanya, sehingga bila ada
seorang warga masyarakat yang mengalami kekurangan, orang launn dengan mudahnya
membantu orang yang menderita tersebut. Karena itu terutama di pedesaan, dimana
kebutuhan hidup dari alam sekitar relatif lebih mudah didapatkan, perasaan
gotong-royong antar warga masyarakat sangat tinggi. Sebaliknya di daerah
perkotaan dimana manusia harus berusaha lebih keras untuk mempertahankan
hidupnya, maka perasaan gotong-royong itu makin menipis, dan perasaan
individualitasnya lebih tinggi.
Hal-hal tersebut diatas juga mempengaruhi sistem nilai budaya yang dianut
oleh warga masyarakat, yang dengan sendirinya akan berpengaruh terhadap proses
pendidikan yang berlangsung di masyarakat yang bersangkutan, karena proses pendidikan tersebut tidak dapat
dilepaskan dari lingkungan geografis dan sosiokultural masyarakat.
Studi antropologi selain untuk kepentingan pengembangan ilmu itu
sendiri, di negara-negara yang telah membangun sangat diperlukan bagi
pembuatan-pembuatan kebijakan dalam rangka pembangunan dan pengembangan
masyarakat.
landasan antropologis pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari
kaidah-kaidah antropologi yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan. Contoh :
perbedaan kebudayaan masyarakat di berbagai daerah (misalnya: system mata
pencaharian, bahasa, kesenian, dsb). Mengimplikasikannya perlu diberlakukan kurikulum muatan lokal.
C. Kebudayaan dan Kepribadian
Setiap manusia memiliki perbedaan, oleh karena itu seorang pendidik harus
sedikit banyak memahami latar siswa yakni keluarga, budaya, lingkungan siswa.
Oleh karena itu, antropologi dibutuhkan sebagai landasan dalam pendidikan.
Antropologi dalam pendidikan memiliki beberapa manfaat diantaranya:
1. Dapat mengetahui pola perilaku manusia dalam
kehidupan bermasyarakat secara Universal maupun pola perilaku manusia pada
tiap-tiap masyarakat (suku bangsa)
2. Dapat mengetahui kedudukan serta peran yang harus kita lakukan sesuai
dengan harapan warga masyarakat dari kedudukan yang kita sandang
3. Dengan mempelajari antropologi akan memperluas wawasan kita terhadap
tata pergaulan umat manusia diseluruh dunia khususnya Indonesia yang
mempunyai kekhususan-kekhususan yang sesuai dengan karakteristik
daerahnya sehingga menimbulkan toleransi yang tinggi
4. Dapat mengetahui berbagai macam problema dalam masyarakat serta memiliki
kepekaan terhadap kondisi-kondisi dalam masyarakat baik yang menyenangkan serta
mampu mengambil inisiatif terhadap pemecahan permasalahan yang muncul dalam
lingkungan masyarakatnya
D.
Transmisi
Budaya
Transmisi budaya merupakan kegiatan pengiriman atau penyebaran
pesan dari generasi yang satu ke generasi yang lain tentang sesuatu yang sudah
menjadi kebiasaan dan sulit diubah. Transmisi
budaya adalah cara sekelompok orang atau hewan dalam suatu masyarakat atau
budaya cenderung untuk belajar dan menyampaikan informasi baru.Pewarisan budaya
belajar dapat disamakan dengan istilah Transmisi kebudayaan. Yakni suatu usaha untuk
menyampaikan sejumlah pengetahuan atau pengalaman untuk dijadikan sebagai
pegangan dalam meneruskan estafet kebudayaan. Dalam hal ini tidak ada suatu
masyarakat yang tidak melakukan usaha pewarisan budaya. Usaha pewarisan ini
bukan sekedar menyampaikan atau memberikan suatu yang material, melainkan yang
terpenting adalah menyampaikan nilai-nilai yang dianggap terbaik yang telah
menjadi pedoman yang baku dalam masyarakat.
Contoh transmisi budaya : Budaya indis yang berkembang subur pada
abad ke-18 sampai abad ke-19, dan berpusat di wilayah-wilayah tanah partikelir
dan di lingkungan Indische landhuizen. Pada permulaan abad ke-20 kebudayaan ini
bergeser ke arah urban life seiring dengan hilangnya pusat-pusat kehidupan
tersebut. Pergeseran Budaya Indis menjadi Urban Life menjadi transmisi
budaya yang nyata dalam kehidupan masyarakat zaman dulu. Ada seuatu perubahan
kebudayaan dari Indis menjadi kota (urban).
Kelompok-kelompok pemukiman, sesuai dengan lingkungan
kelompok-kelompok suku, terpisah dengan jelas. Dalem kabupaten sebagai replica
rumah penguasa tertinggi pribumi (raja) menghadap ke alun-alun dengan pohon
beringin di tengahnya. Di sekitar dalem kabupaten terdapat rumah asisten
residen atau kontrolir. Tidak jauh dari alun-alun terdapat gedung pengadilan,
rumah penjara, gedung garam dan candu, kantor pos telegraf telepon (PTT) dan
rumah para pejabat kabupaten baik pejabat eropa atau pribumi lainnya.
1.
Bentuk-bentuk Transmisi Budaya
a.
Akulturasi
Suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari
suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke
dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan
kelompok itu sendiri. akulturasi mengacu pada proses dimana kultur diperbaiki
dan dimodifikasi melalui kontak ata pemaparan langsung dengan kultur yang lain.
Sebagai contoh, apabila ada sekelompok imigran yang kemudiam menetap di Amerika
Serikat (kultur tan rumah), maka kultur mereka sendiri akan dipngaruhi oleh
kultur Tuan rumah ini. Lama kelamaan, nilai, dan cara berperilaku serta
kepercayaan dari kultur tuan rumah ini akan menjadi bagian dari kultur tuan
rumah akan menjadi bagian dari kultur kelompok imigran itu. Pada waktu yang
sama, kultur tuan rumah pun ikut berubah.
b.
Sosialisasi
Sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu generasi ke
generasi lainnya dalam sebuahkelompok atau masyarakat. Sejumlah sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori
mengenai peranan (role theory). Karena dalam
proses sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus dijalankan oleh individu.
c.
Enkulturasi
Enkulturasi mengacu pada proses dengan mana kultur ditransmisikan
dari generasi satu ke generasi selanjutnya. Kita mempelajari budaya, bukan
mewarisinya. Kultur ditransmisikan melalui proses belajar, bukan dengan gen.
Orang tua, teman-teman, lembaga sekolah, dan pemerintahan adalah guru utama di
bidang kultur. Dan enkulturasi terjadi melaui mereka. Agar budaya terus
berkembang, proses adaptasi perlu dilakukan. Paradigma yang berkembang adalah
budaya itu dinamis dan merupakan hasil proses belajar. sehingga budaya suatu
masyarakat tidak hadir dengan sendirinya. Proses belajar dan mempelajari budaya
sendiri dalam masyarakat itu dinamakan Enkulturasi. Enkulturasi menyebabkan budaya
masyarakat tertentu bergerak dinamis mengikuti perkembangan jaman. Sebaliknya
sebuah masyarakat yang cenderung sulit menerima hal hal baru dalam masyarakat
sulit mempertahankan budaya lama yang sudah tidak relevan lagi untuk disebut
sebagai akulturasi.
2.
Pengaruh Terhadap Perkembangan Psikologi
Individu
a. Pengaruh Enkulturasi terhadap perkembangan psikologi individu. Enkulturasi mempengaruhi perkembangan psikologi individu
melalui proses belajar dan penyesuaian alam pikiran dan sikap individu dengan
sistem norma, adat, dan peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaannya.
b. Pengaruh Akulturasi terhadap perkembangan psikologi individu. Akulturasi
mempengaruhi perkembangan psikologi individu melalui suatu proses sosial yang
timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan
dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Akulturasi terjadi karena sekelompok
orang asing yang berangsur-angsur mengikuti cara atau peraturan di dalam
lingkup orang Indonesia.
c. Pengaruh Sosialisasi terhadap perkembangan psikologi individu. Beberapa
teori perkembangan manusia telah mengungkapkan bahwa manusia telah tumbuh dan
berkembang dari masa bayi kemasa dewasa melalui beberapa langkah jenjang.
Kehidupan anak dalam menelusuri perkembangnya itu pada dasarnya merupakan
kemampuan mereka berinteraksi dengan lingkungan. Pada proses integrasi dan
interaksi ini faktor intelektual dan emosional mengambil peranan penting.
Proses tersebut merupakan proses sosialisasi yang mendudukkan anak-anak sebagai
insan yang yang secara aktif melakukan proses sosialisasi.
3.
Awal
Masa Perkembangan Dan Pola Kelekatan (Attachment) Pada Ibu Atau Pengasuh
Kesamaan dan perbedaan antar budaya dalam hal transmisi budaya mempengaruhi pola perkembangan seorang anak, jika seorang anak sedari dini lebih banyak menghabiskan waktunya bersama pengasuh maka kelekatan antara seorang anak dan ibu tersebut kurang daripada seorang anak yang banyak menghabiskan waktunya bersama dengan ibu nya. Karena pengaruh sosialisasi, akulturasi dan enkulturasi terjadi di masyarakat membuat setiap orang berusaha untuk mengetahui hal tersebut. Sehingga pola perilaku individu mengalami proses belajar dalam kesehariannya melalui sosialisasi terhadap lingkungan yang mempengaruhinya.
Kesamaan dan perbedaan antar budaya dalam hal transmisi budaya mempengaruhi pola perkembangan seorang anak, jika seorang anak sedari dini lebih banyak menghabiskan waktunya bersama pengasuh maka kelekatan antara seorang anak dan ibu tersebut kurang daripada seorang anak yang banyak menghabiskan waktunya bersama dengan ibu nya. Karena pengaruh sosialisasi, akulturasi dan enkulturasi terjadi di masyarakat membuat setiap orang berusaha untuk mengetahui hal tersebut. Sehingga pola perilaku individu mengalami proses belajar dalam kesehariannya melalui sosialisasi terhadap lingkungan yang mempengaruhinya.
E.
Implementasi
Antropologi dalam Pendidikan Dasar
Di dalam sekolah dasar sumber daya manusia terus
menerus diasah dan diberikan ilmu serta pengarahan dengan harapan jika mereka
kelak terjun langsung di masyarakat mereka akan memiliki kepribadian yang kuat
hingga mampu mencapai kemajuan sosial. Norma dan nilai yang berlaku di
masyarakat juga akan diajarkan di sini sehingga mereka mampu untuk bersikap
sebagaimana mestinya di lingkungan masyarakat sesuai dengan norma – norma yang
berlaku dalam suatu kelompok (masyarakat) tersebut. Dalam pendidikan dasar
memiliki tujuan membentuk manusia yang berjiwa sosial , serta dapat
menyelesaikan masalah – masalah sosial sesuai dengan tata cara yang berlaku di
dalam masyarakat. Sebagai guru ada bebrapa cara untuk mengembangkan hubungan
sosial secara sehat di dalam lingkungan sekolah senantiasa mengenalkan pada
anak-anak mengenai perbedaan, dalam artian positif, mengajarkan cara menyikapi
perbedaan dan mengarahkan anak agar bisa berjalan slaras meski adanya
perbedaan. meminimalkan jarak antara anak yang memiliki status sosial yang
berbeda dengan anak -anak yang lainnya selalu memberikan pengarahan untuk tidak
mengucilkan salah satu teman mereka apaun yang terjadi menunjukkan indahnya
kebersamaan kepada anak -anak sebagai guru tidak bersikap over protektif
terhadap para siswa, tetapi selalu mengingatkan jika ada kesalahan yang
dilakukan siswa. sering mengadakan kompetisi dalam kegiatan belajar mengajar
maupun kegiatan bersama dengan kelas lain.
Dan dari situ bisa kita tanamkan sportifitas
sehingga meminimalkan perselisihan antar siswa. Mengembangkan hubungan sosial
di kelas secara efektif sehingga membuat pembelajaran menjadi bermakna. Dengan
sering menggunakan metode permainan yang membutuhkan kekompakan (dalam bentuk
kelompok) dalam pembelajaran , menurut pendapat saya itu sangat membantu para
siswa untuk bersikap solid untuk memenangkan kompetisi atau lebih unggul dari
kelompok lain. mungkin dengan adanya “reward” akan lebih memacu siswa untuk
terus mempertahankan kekompakannya. Perlahan lahan itu akan terus teringat oleh
siswa.Bahkan di luar lingkungan sekolah pun akan di lakukan oleh teman – teman
sebayanya. Mengajak siswa bermain peran dalam pelajaran tematik misalkan (peran
guru, polisi, dokter dsb) ditekankan pada hubungan profesi mereka dalam
kehidupan sehari – hari
Dari pengertian sosiologi yang dipaparkan di atas pendidikan yang
berlandaskan antropologi khususnya di Indonesia sangat dibutuhkan karena
keadaan masyarakat Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu suku bangsa dengan
adat-istiadat, kebudayaan dan bahasa yang beragam tentu pendidikan tidak dapat
dipisahkan dari latar antropologi. Namun, pada kenyataanya kurikulum yang digunakan di Indonesia saat ini
masih terkesan bersifat sentral. Sentralisasi kurikulum pendidikan merupakan
cerminan akan kurangnya penghayatan pentingnya landasan antropologik dalam
pendidikan secara mendalam, khususnya kurikulum ilmu-ilmu sosial dan humaniora.
Di satu pihak, sentralisasi kurikulum akan memudahkan pembakuan prosesi
belajar, namun tanpa memperhatikan latar belakang budaya daerah keluaran
pendidikan tersebut tidak akan terserap kembali ke dalam masyarakat. Adanya
kebijakan dan upaya pengembangan kurikulum muatan lokal pada kurikulum sekolah merupakan salah satu perwujudan
akan pentingnya tinjauan latar sosial antropologik dalam pendidikan (Soedomo,
1990).
Daftar
Pustaka
Hamidi, 2009. Filsafat Pendidikan, Pekanbaru: Cendikia Insani
Pekanbaru
Penney Upton, 2012. Psikologi
Perkembangan, Jakarta: PT Gelora Aksara Pertama.
Syahrilfuddin,Mahmud
Alpusari, 2009. Psikologi Pendidikan,
Pekanbaru : Cendikian Insani
Singgih D Gunarsa, 2012. Dasar-Dasar
dan Teori Perkembangan Anak,Jakarta: Penerbit Libri
Yeni Rachmawati, Euis Kurniati,
2010. Strategi Pengembangan Kreativitas Pada Anak Usia Taman Kanak-Kanak.
Jakarta: Prenada Media Group
Yudrik Jahja, Psikologi
Perkembangan, Jakarta, Kencana
0 comments:
Post a Comment