Welcome di Mentari Sago, kumpulan artikel pendidikan dan sastra baik berupa cerpen, puisi dan lain-lain

Sunday, 28 January 2018

PERKEMBANGAN MORAL DAN KEPRIBADIAN ANAK SD

By Mulyati  M. Pd

A.    Pengertian Moral
Istilah moral berasal dari kata Latin “mos” (moris) yang berarti adat istiadat, kebiasaan, peraturan/nilai-nilai atau tata cara kehidupan. Sedangkan moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral.
Nilai-nilai moral itu, seperti seruan untuk berbuat baik kepada orang lain, memelihara ketertiban dan keamanan, memelihara kebersihan, dan memelihara hak orang lain, serta larangan mencuri, berzina, membunuh, meminum minuman keras dan berjudi.
Seseorang dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh kelompok sosialnya

B.        Perkembangan Moral
Perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain (Santrock, 1995). Anak-anak ketika dilahirkan tidak memiliki moral (imoral).  Tetapi dalam dirinya terdapat potensi moral yang siap untuk dikembangkan. Karena itu, dalam pengalamannya  berinteraksi dengan orang lain (dengan orang tua, saudara, teman sebaya, atau guru), anak belajar memahami tentang perilaku mana yang baik, yang boleh dikerjakan dan tingkah laku yang buruk, yang tidak boleh dikerjakan.
1.      Teori Psikoanalisa tentang Perkembangan Moral
Dalam menggambarkan perkembangan moral, teori psikoanalisa dengan pembagiaan struktur kepribadian manusia atas tiga, yaitu id, ego, dan superego. Id adalah struktur kepribadian yang terdiri atas aspek biologis yang irasional dan tidak disadari. Ego adalah struktur kepribadian yang terdiri dari aspek psikologis, yaitu sub sistem ego yang rasional dan disadari, namun tidak memiliki moralitas. Sedangkan superego adalah struktur kepribadian yang terdiri atas aspek sosial yang berisikan sistem nilai dan moral, yang benar-benar memperhitungkan benar dan salahya sesuatu.
2.      Teori Belajar- Sosial tentang Perkembangan Moral
Teori belajar sosial melihat tingkah laku moral sebagai respons atas stimulus. Dalam hal ini, proses-proses penguatan, penghukuman dan peniruan digunakan untuk menjelaskan perilaku moral anak-anak
3.      Teori Kognitif Piaget tentang Perkembangan Moral
Teori kognitif piaget mengenai perkembangan moral melibatkan prinsip-prinsip dan proses-proses yang sama dengan pertumbuhan kognitif yang ditemui dalam teorinya tentang perkembangan intelektual. Bagi Piaget perkembangan moral digambarkan melalui aturan permainan. Berdasarkan  hasil observasinya  tahapan aturan-aturan permainan yang digunakan anak-anak, piaget menyimpulkan bahwa pemikiran anak-anak tentang moralitas dapat dibedakan atas dua tahap, yaitu:
a.       Tahap Heterononous Morality
Tahap perkembangan moral yang terjadi pada anak usia kira-kira 6 hingga 9 tahun. Anak-anak pada masa ini yakin akan keadilan immanen, yaitu konsep bahwa bila suatu aturan yang dilanggar, hukuman akan segera dijatuhkan.
b.      Tahap Autonomous Morality
Tahap perkembangan moral yang terjadi pada anak usia kira-kira 9 hingga 12 tahun. Anak mulai sadar bahwa aturan-aturan dan hukuman-hukuman merupakan ciptaan manusia dan dalam penerapan suatu hukuman atau suatu tindakan harus mempertimbangkan maksud pelaku serta akibat-akibatnya.
4.      Teori Kohlberg tentang Perkembangan Moral
Teori kohlberg tentang perkembangan moral merupakan pelumas, modifikasi, dan redefeni atas teori piaget. Teori ini didasarkan atas analisisnya terhadap hasil wawancara dengan anak laki-laki usia 10 hingga 16 tahun yang dihadapkan dengan suatu dilema moral, di mana mereka harus memilih antara tindakan menaati peraturan atau memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang bertentangan dengan beraturan. Hal penting dari teori perkembangan moral Kohlberg adalah orientasinya untuk mengungkapkan moral yang hanya ada dalam pikiran dan yang dibedakan dengan tingkah laku moral dalam arti perbuatan nyata.
Moral merupakan suatu kebutuhan yang penting bagi remaja, terutama sebagai pedoman untuk menentukan identitas dirinya, mengembangkan hubungan personal yang harmonis, dan menghindari konflik-konflik peran yang selalu terjadi dalam masa transisi. Moralitas pada hakitatnya adalah penyelesaian konflik antara dirinya dan orang lain, antara hak dan kewajiban (Setiono, 1994).


C. Perkembangan Kepribadian
Pada masa ini masih berkembang sikap egosentris (keAkuan). Ini berarti bahwa anak memandang segala sesuatu dilihat dari sudut pandang sendiri, dan di tujukan untuk kepentingan dirinya sendiri, tidak menghiraukan kepentingan orang lain. Ia adalah raja (ratu) yang kebutuhannya harus terpenuhi. Sikap egosentris ini mempengaruhi sikap sosialnya, seperti, orang sekitarnya harus melayaninya, permintaannya harus dipenuhi.
Sikap-sikap yang tampaknya tidak baik ini merupakan pilaku wajar atau normal bagi perkembangan usia bayi karena masa ini masih sangat rentan dikuasai oleh nalurinya (bersifat inpulsif), dan kemampuan berpikirnya belum cukup berkembang.  Tugas perkembangan  pokok bagi bayi adalah memperoleh atau mengembangkan sikap percaya dan mengatasi atau menghindari diri dari sikat tidak percaya tersebut. Ketercapaian  sikap tersebut amat  dipengaruhi kondisi lingkungan sekitar. Lingkungan  pertama bagi anak adalah orang tuanya, terutama ibunya. Jika seorang bayi diberi perhatian, pemeliharaan, pemberian kasih sayang yang cukup seperti senyuman, belaian, maka cenderung anak akan mengembangkan sikap positif terhadap ibunya dan lingkungannya. Sikap ini menjadi dasar perkembangan kepribadian anak secara normal.
Berhasil dalam proses belajar mengajar di sekolah, sangat dipengaruhi kepercayaan diri,kemampuan mengontrol emosi, dan kemampuan berinteraksi dengan orang lain. Hal tersebut berkaitan erat dengan Intelegensi Emosi ( Emotional Intelegence). Para pakar banyak berpendapat bahwa sukses dalam karir banyak ditentukan oleh kecerdasan emosionaldibandingkan kecerdasan intelektual. Olah karena itu upaya mengembangkan kecerdasanemosional mendapat perhatian yang semakin besar. Dalam Ancok (2003 : 35-36) dijelaskan bahwa ada beberapa ciri yang menandakan seseorang memiliki kecerdasan emosional yang baik,antara lain sebagai berikut :
a.       Mentalitas berkelimpahan ( abudance metality)Sifat kepribadian seseorang yang sukamembagi-bagikan apa yang dimiliki kepada orang lain, dengan begitu dia akam merasa semakin kaya. Sifat ini adalah kebalikan dari mentalitas pelit (scarcity mentality).
b.      Pikiran positif kepada orang lain
Dia akan melihat orang lain sebagai bagia darikebahagiaan hidupmya sendiri.
c.       Kemampuan berempati
Sifat yang dimiliki oleh orang yang bisa merasakan apa yangdirasakan orang lain.
d.      Komunikasi transformasional 
Orang yang selalu memilih kata-kata yang enak untukdidengar orang lain.
e.       Berorientasi sama-sama puas
Orang yang dalam interaksinyadengan orang lain inginmembuat orang lain merasa gembira dan ia juga gembira.
f.       Sifat melayani
Orang yang senang jika melihat orang lain senang dan susah jika melihatorang lain susah.
g.      Kebiasaan apresiatif merupakan Suka memberikan apresiasi kepada orang lain

Pengembangan kepribadian dalam kegiatan pembelajaran dalam berbagai cara, disampingmelalui permainan juga dapat melalui petualangan (adventure) dan kegiatan penuh tantangan. Dalam kegiatan pembelajaran  dituntut adanya inovasi. Banyak pembelajaran    untuk berfikir mencari penyelesaian masalah dengan pendekatannyasama sekali baru. Pikiranyang bersifat terobosan inilah yang disebut inovasi.
D.      Tahapan Perkembangan Moral dan Kepribadian
Lawrence Kohlberg mengkategorisasi dan mengklasifikasi respon yang dimunculkan kedalam enam tahap perkembangan moral yang berbeda. Keenam tahapan tersebut dibagi kedalam tiga tingkatan: prakonfensional, konvensional, dan pascakonvensional. Karakteristik untuk masing-masing tahapan perkembangan moral yang dimaksud disajikan dalam tabel berikut ini.
1.      Tingkat 1  usia  0-9 thn  Prakonvensional  
Tahap 1  Moralitas heteronomi (orientasi kepatuhan dan hukuman)    Melekat pada aturan.
Tahap 2  Individualisme/ instrumentalisme  (orientasi minat pribadi)    Kepentingan nyata individu. Menghargai kepentingan oranglain 
2.      Tingkat 2   9-15 thn    Konvensional     
Tahap 3  Reksa interpersonal (orientasi keserasian interpersonal dan konformitas (sikap anak baik).  Mengharapkan hidup yang terlihat baik oleh orang lain dan kemudian telah menganggap dirinya baik. 
Tahap 4   Sistem sosial dan hati nurani (orientasi otoritas dan pemeliharaan aturan sosial (moralitas hukum dan aturan).    Memenuhi tugas sosial untuk menjaga sistem sosial yang berlangsung.
3.        Tingkat 3    Diatas 15 thn    Pascakonvensional
Tahap 5 Kontrak sosial     Relatif menjungjung tinggi aturan dalam memihak kepantingan dan kesejahteraan untuk semua.              
Tahap 6   Prinsip etika universal     Prinsip etis yang dipilih sendiri, bahkan ketika ia bertentangan dengan hukum.
Perkembangan moral menurut Piaget terjadi dalam dua tahapan yang jelas. Tahap pertama disebut “tahap realisme moral” atau “moralitas oleh pembatasan”  dan tahap kedua  disebut “tahap moralitas otonomi” atau “moralitas oleh kerjasama atau hubungan timbal balik”. Pada tahap pertama, perilaku anak ditentukan oleh ketaatan otomatis terhadap peraturan tanpa penalaran atau penilaian. Mereka menganggap orang tua dan semua orang dewasa yang berwenang sebagai maha kuasa dan anak mengikuti peraturan yang diberikan oleh mereka tanpa mempertanyakan kebenarannya. Pada tahap kedua, anaka menilai perilaku atas dasar tujuan yang mendasarinya. Tahap ini biasanya dimulai antara usia 7 atau 8 tahun dan berlanjut hingga usia 12 tahun atau lebuh. Anak mulai mempertimbangkan keadaan tertentu yang berkaitan dengan suatu pelanggaran moral.

E.     Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Moral dan Kepribadian
Perkembangan moral seorang anak banyak dipengaruhi oleh lingkungannya. Anak memperoleh nilai-nilai moral dari lingkungannya, terutama dari orangtuanya. Dia belajar untuk mengenal nlai-nilai dan berprilaku sesuai dengan nilai-nilai tersebut. Dalam mengembangkan nilai moral anak, peranan orangtua sangatlah penting, terutama pada waktu anak masih kecil. Beberapa sikap orangtua yang perlu diperhatikan sehubungan dengan perkembangan moral anak, diantaranya  sebagai berikut :
1.      Konsisten dalam mendidik anak
Ayah dan ibu harus memiliki sikap dan perlakuan yang sama dalam melarang atau membolehkan tingkah laku tertentu kepada anak. Suatu tingkah laku anak yang dilarang oleh orangtua pada suatu waktu, harus juga dilarang apabila dilakukan pada waktu lain.
2.      Sikap orangtua dalam keluarga
Secara tidak langsung, sikap orangtua terhadap anak, sikap ayah terhadap ibu, atau sebaliknya, dapat mempengaruhi perkembangan moral anak, yaitu melalui proses peniruan (imitasi). Sikap orangtua yang keras (otoriter) cenderung melahirkan sikap disiplin semu oada anak, sedangkan sikap yang acuh tak acuh atau sikap masa bodoh, cenderung mengembangkan sikap kurang bertanggungjawab dan kurang mempedulikan norma pada diri anak. Sikap yang sebaiknya dimiliki oleh orangtua adalah sikap kasih saying, keterbukaan, musyawarah (dialogis).Interaksi dalam keluarga turut mempengaruhi perkembangan moral anak.
3.      Penghayatan dan pengamalan agama yang dianut
Orangtua merupakan panutan (teladan) bagi anak, termasuk disini panutan dalam mengamalkan ajaran agama. Orangtua yang menciptakan iklim yang religious (agamis), dengan cara memberikan ajaran atau bimbingan tentang nilai-nilai agama kepada anak, maka anak akan mengalami perkembangan moral yang baik.
4.      Sikap konsisten orangtua dalam menerapkan norma
Orangtua yang tidak menghendaki anaknya berbohong, atau berlaku tidak jujur, maka mereka harus menjauhkan dirinya dari prilaku berbohong atau tidak jujur. Apabila orangtua mengajarkan kepada anak, agar berprilaku jujur, bertutur kata yang sopan, bertanggungjawab atau taat beragama, tetapi orangtua sendiri menampilkan perilaku sebaliknya, maka anak akan mengalami konflik pada dirinya, dan akan menggunakan ketidakkonsistenan orangtua itu sebagai alas an untuk tidak melakukan apa yang diinginkan orangtuanya, bahkan mungkin dia akan berprilaku seperti orangtuanya.
Dalam usaha membentuk tingkah laku sebagai pencerminan nilai-nilai hidup terterntu,

Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan moral peserta didik, diantaranya yaitu:
1.      Faktor tingkat harmonisasi hubungan antara orang tua dan anak.
2.      Faktor seberapa banyak model (orang-orang dewasa yang simpatik, teman-teman, orang-orang yang terkenal dan hal-hal lain) yang diidentifikasi oleh anak sebagai gambaran-gambaran ideal. 
3.      Faktor lingkungan memegang peranan penting. Diantara segala segala unsur lingkungan social yang berpengaruh, yang tampaknya sangat penting adalah unsure lingkungan berbentuk manusia yang langsung dikenal atau dihadapi oleh seseorang sebagai perwujudan dari nilai-nilai tertentu.
4.      Faktor selanjutnya yang memengaruhi perkembangan moral adalah tingkat penalaran. Perkembangan moral yang sifatnya penalaran menurut Kohlberg, dipengaruhi oleh perkembangan nalar sebagaimana dikemukakan oleh piaget. Makin tinggi tingkat penalaran seseorang menrut tahap-tahap perkembangan piaget, makin tinggi pula tingkat moral seseorang.
5.      Faktor Interaksi sosial dalam memberik kesepakatan pada anak untuk mempelajari dan menerapkan standart perilaku yang disetujui masyarakat, keluarga, sekolah, dan dalam pergaulan dengan orang lain.
F.       Karakteristik Perkembangan Moral dan Kepribadian
Karakteristik yang menonjol dalam perkembangan moral remaja adalah bahwa sesuai dengan tingkat perkembangan kognisi yang mulai mencapai tahapan berfikir operasional formal, yaitu mulai mampu berpikir abstrak dan mampu memecahkan masala-masalah yang bersifat hipotetis maka pemikiran remaja terhadap suatu permasalahan tidak lagi hanya terikat pada waktu, tempat, dan situasi, tetapi juga pada sumber moral yang menjadi dasar hidup mereka (Gunarsa,1988).
Perkembangan pemikiran moral remaja dicirikan dengan mulai tumbuh kesadaran akan kewajiban mempertahankan kekuasaan dan pranata yang ada karena dianggap sebagai suatu yang bernilai, walau belum mampu mempertanggung jawabkannya secara pribadi (Monks, 1988). Perkembangan moral remaja yang demikian, jika meminjam teori perkembangan moral dari Kohlberg berarti sudah mencapai tahap konvensioanl. Pada akhir masa remaja seseorang akan memasuki tahap perkembangan pemikiran moral yang disebut tahap pascakonvensional ketika orisinilitas pemikiran moral remaja sudah semakin jelas. Pemikiran moral remaja berkembang sebagai pendirian pribadi yang tidak tergantung lagi pada pendapat atau pranata yang bersifat konvensional.
Melalui pengalaman atau berinteraksi social dengan orang tua, guru, teman sebaya atau orang dewasa lainnya, tingkat moralitas remaja sudah lebih matang jika dibandingkan dengan usia anak. Mereka sudah lebih mengenal tentang nilai-nilai moral atau konsep-konsep moralitas, seperti kejujuran, keadilan, kesopanan, dan kedisiplinan Pada masa ini muncul dorongan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat dinilai baik oleh orang lain. Remaja berprilaku bukan hanya untuk memenuhi kepuasan fisiknya, tetapi psikologis (rasa puas dengan adanya penerimaan dan penilaian positif dari orang lain tentang perbuatannya).

G.      Upaya Optimalisasi Perkembangan Moral dan Kepribadian
Hurlock mengemukakan ada empat pokok utama yang perlu dipelajari oleh anak dalam mengoptimalkan perkembangan moralnya, yaitu:
1.      Mempelajari apa yang diharapkan kelompok sosial dari anggotanya sebagaimana dicantumkan dalam hukum. Harapan tersebut terperinci dalam bentuk hukum, kebiasaan dan peraturan. Tindakan tertentu yang dianggap “benar” atau “salah” karena tindakan itu menunjang, atau dianggap tidak menunjang, atau menghalangi kesejahteraan anggota kelompok. Kebiasaan yang paling penting dibakukan menjadi peraturan hukum dengan hukuman tertentu bagi yang melanggarnya. Yang lainnya, bertahan sebagai kebiasaan tanpa hukuman tertentu bagi yang melanggarnya.
2.      Pengambangan hati nurani  sebagai kendali internal bagi perliaku individu. Hati nurani merupakan tanggapan terkondisikan terhadap kecemasan mengenai beberapa situasi dan tindakan tertentu, yang telah dikembangkan dengan mengasosiasikan tindakan agresif dengan hukum.
3.      Pengembangan perasaan bersalah dan rasa malu. Setelah mengembangkan hati nurani, hati nurani mereka dibawa dan digunakan sebagai pedoman perilaku. Rasa bersalah adalah sejenis evaluasi diri, khusus terjadi bila seorang individu mengakui perilakunya berbeda dengan nilai moral yang dirasakannya wajib untuk dipenuhi. Rasa malu adalah reaksi emosional yang tidak menyenangkan yang timbul pada seseorang akibat adanya penilaian negatif terhadap dirinya. Penilaian ini belum tentu benar-benar ada, namun mengakibatkan rasa rendah diri terhadap kelompoknya.
4.      Mencontohkan, memberikan contoh berarti menjadi model perilaku yang diinginkan muncul dari anak, karena cara ini bisa menjadi cara yang paling efektif untuk membentuk moral anak.
5.      Latihan dan Pembiasaan, menurut Robert Coles (Wantah, 2005) latihan dan pembiasaan merupakan strategi penting dalam pembentukan perilaku moral pada anak usia dini. Sikap orang tua dapat dijadikan latihan dan pembiasaan bagi anak. Sejak kecil orang tua selalu merawat, memelihara, menjaga kesehatan dan lain sebagainya untuk anak. Hal ini akan mengajarkan moral yang positif bagi anak 
6.      Kesempatan melakukan interaksi dengan anggota kelompok sosial. Interaksi sosial memegang peranan penting dalam perkembangan moral. Tanpa interaksi dengan orang lain, anak tidak akan mengetahui perilaku yang disetujui secara social, maupun memiliki sumber motivasi yang mendorongnya untuk tidak berbuat sesuka hati.

Interaksi sosial awal terjadi didalam kelompok keluarga. Anak belajar dari orang tua, saudara kandung, dan anggota keluarga lain tentang apa yang dianggap benar dan salah oleh kelompok sosial tersebut. Disini anak memperoleh motivasi yanjg diperlukan untuk mengikuti standar perilaku yang ditetapkan anggota keluarga. Melalui interaksi sosial, anak tidak saja mempunyai kesempatan untuk belajar kode moral, tetap mereka juga mendapat kesempatan untuk belajar bagaimana orang lain mengevaluasi perilaku mereka. Karena pengaruh yang kuat dari kelompok sosial pada perkembangan moral anak, penting sekali jika kelompok sosial, tempat anak mengidentifikasikan dirinya mempunyai standar moral yang sesuai dengan kelompok sosial yang lebih besar dalam masyarakat.

H.      Manfaat Perkembangan Moral dan Krpribadian Bagi Anak SD
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematik melaksanakan program bimbingan, pengajaran, dan latihan dalam rangka membantu siswa agar mampu mengembangkan potensinya, baik yang menyangkut aspek moral-spiritual, intelektual, emosional, maupun social. Upaya sekolah dalam memfasilitasi tugas-tugas perkembangan siswa akan berjalan baik apabila di sekolah tersebut telah tercipta iklim atau atmosfir yang sehat atau efektif, baik menyangkut aspek menejemennya maupun profesionalisme para personelnya. Masa remaja akhir sudah mampu memahami dan mengarahkan diri untuk mengembangkan  dan memelihara identitas dirinya. Pemanfaatan  perkembangan bagi independensi sebagai berikut  :
1.      Berusaha untuk bersikap hati-hati dalam berprilaku, memahami kemampua dan kelemahan dirinya.
2.      Meneliti dan mengkaji makna, tujuan, dan keputusan tentang jenis manusia seperti apa yang dia inginkan.
3.      Memperhatikan etika masyarakat, keinginan orangtua dan sikap teman-temannya
4.      Mengembangkan sifat-sifat pribadi yang diinginkannya.



Daftar Pustaka

Penney Upton, 2012. Psikologi Perkembangan, Jakarta: PT Gelora Aksara Pertama.
Syahrilfuddin,Mahmud Alpusari,  2009. Psikologi Pendidikan, Pekanbaru : cendikian Insani
Yudrik Jahja, Psikologi Perkembangan, Jakarta, Kencana
Singgih D Gunarsa, 2012. Dasar-Dasar dan Teori Perkembangan Anak,Jakarta: Penerbit Libri
Yeni Rachmawati, Euis Kurniati, 2010. Strategi Pengembangan Kreativitas Pada Anak Usia Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Prenada Media Group.



0 comments:

Post a Comment