By Mulyati M. Pd
A. Pengertian Moral
Istilah moral berasal dari kata Latin “mos” (moris) yang berarti adat
istiadat, kebiasaan, peraturan/nilai-nilai atau tata cara kehidupan. Sedangkan
moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai
atau prinsip-prinsip moral.
Nilai-nilai moral itu, seperti seruan untuk berbuat baik kepada orang lain, memelihara ketertiban dan keamanan, memelihara kebersihan, dan memelihara hak orang lain, serta larangan mencuri, berzina, membunuh, meminum minuman keras dan berjudi.
Seseorang dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh kelompok sosialnya
Nilai-nilai moral itu, seperti seruan untuk berbuat baik kepada orang lain, memelihara ketertiban dan keamanan, memelihara kebersihan, dan memelihara hak orang lain, serta larangan mencuri, berzina, membunuh, meminum minuman keras dan berjudi.
Seseorang dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh kelompok sosialnya
B. Perkembangan Moral
Perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan
konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya
dengan orang lain (Santrock, 1995). Anak-anak ketika dilahirkan tidak memiliki
moral (imoral). Tetapi dalam dirinya terdapat potensi moral yang siap
untuk dikembangkan. Karena itu, dalam pengalamannya berinteraksi dengan
orang lain (dengan orang tua, saudara, teman sebaya, atau guru), anak belajar
memahami tentang perilaku mana yang baik, yang boleh dikerjakan dan tingkah
laku yang buruk, yang tidak boleh dikerjakan.
1. Teori Psikoanalisa tentang Perkembangan Moral
Dalam menggambarkan
perkembangan moral, teori psikoanalisa dengan pembagiaan struktur kepribadian
manusia atas tiga, yaitu id, ego, dan superego. Id adalah struktur kepribadian
yang terdiri atas aspek biologis yang irasional dan tidak disadari. Ego adalah
struktur kepribadian yang terdiri dari aspek psikologis, yaitu sub sistem ego
yang rasional dan disadari, namun tidak memiliki moralitas. Sedangkan superego
adalah struktur kepribadian yang terdiri atas aspek sosial yang berisikan
sistem nilai dan moral, yang benar-benar memperhitungkan benar dan salahya
sesuatu.
2. Teori Belajar- Sosial tentang Perkembangan Moral
Teori belajar sosial melihat tingkah laku moral sebagai respons atas stimulus.
Dalam hal ini, proses-proses penguatan, penghukuman dan peniruan digunakan
untuk menjelaskan perilaku moral anak-anak
3. Teori Kognitif Piaget tentang Perkembangan Moral
Teori kognitif piaget mengenai perkembangan moral melibatkan
prinsip-prinsip dan proses-proses yang sama dengan pertumbuhan kognitif yang
ditemui dalam teorinya tentang perkembangan intelektual. Bagi Piaget
perkembangan moral digambarkan melalui aturan permainan. Berdasarkan
hasil observasinya tahapan aturan-aturan permainan yang digunakan
anak-anak, piaget menyimpulkan bahwa pemikiran anak-anak tentang moralitas
dapat dibedakan atas dua tahap, yaitu:
a. Tahap Heterononous Morality
Tahap perkembangan
moral yang terjadi pada anak usia kira-kira 6 hingga 9 tahun. Anak-anak pada
masa ini yakin akan keadilan immanen, yaitu konsep bahwa bila suatu aturan yang
dilanggar, hukuman akan segera dijatuhkan.
b. Tahap Autonomous Morality
Tahap perkembangan
moral yang terjadi pada anak usia kira-kira 9 hingga 12 tahun. Anak mulai sadar
bahwa aturan-aturan dan hukuman-hukuman merupakan ciptaan manusia dan dalam
penerapan suatu hukuman atau suatu tindakan harus mempertimbangkan maksud
pelaku serta akibat-akibatnya.
4. Teori Kohlberg tentang Perkembangan Moral
Teori kohlberg tentang
perkembangan moral merupakan pelumas, modifikasi, dan redefeni atas teori
piaget. Teori ini didasarkan atas analisisnya terhadap hasil wawancara dengan
anak laki-laki usia 10 hingga 16 tahun yang dihadapkan dengan suatu dilema
moral, di mana mereka harus memilih antara tindakan menaati peraturan atau
memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang bertentangan dengan beraturan. Hal
penting dari teori perkembangan moral Kohlberg adalah orientasinya untuk
mengungkapkan moral yang hanya ada dalam pikiran dan yang dibedakan dengan tingkah
laku moral dalam arti perbuatan nyata.
Moral merupakan suatu
kebutuhan yang penting bagi remaja, terutama sebagai pedoman untuk menentukan
identitas dirinya, mengembangkan hubungan personal yang harmonis, dan
menghindari konflik-konflik peran yang selalu terjadi dalam masa transisi.
Moralitas pada hakitatnya adalah penyelesaian konflik antara dirinya dan orang
lain, antara hak dan kewajiban (Setiono, 1994).
C. Perkembangan Kepribadian
Pada masa ini masih berkembang sikap egosentris
(keAkuan). Ini berarti bahwa anak memandang segala sesuatu dilihat dari sudut
pandang sendiri, dan di tujukan untuk kepentingan dirinya sendiri, tidak
menghiraukan kepentingan orang lain. Ia adalah raja (ratu) yang kebutuhannya
harus terpenuhi. Sikap egosentris ini mempengaruhi sikap sosialnya, seperti,
orang sekitarnya harus melayaninya, permintaannya harus dipenuhi.
Sikap-sikap yang tampaknya tidak baik ini merupakan pilaku wajar atau normal bagi perkembangan usia bayi karena masa ini masih sangat rentan dikuasai oleh nalurinya (bersifat inpulsif), dan kemampuan berpikirnya belum cukup berkembang. Tugas perkembangan pokok bagi bayi adalah memperoleh atau mengembangkan sikap percaya dan mengatasi atau menghindari diri dari sikat tidak percaya tersebut. Ketercapaian sikap tersebut amat dipengaruhi kondisi lingkungan sekitar. Lingkungan pertama bagi anak adalah orang tuanya, terutama ibunya. Jika seorang bayi diberi perhatian, pemeliharaan, pemberian kasih sayang yang cukup seperti senyuman, belaian, maka cenderung anak akan mengembangkan sikap positif terhadap ibunya dan lingkungannya. Sikap ini menjadi dasar perkembangan kepribadian anak secara normal.
Sikap-sikap yang tampaknya tidak baik ini merupakan pilaku wajar atau normal bagi perkembangan usia bayi karena masa ini masih sangat rentan dikuasai oleh nalurinya (bersifat inpulsif), dan kemampuan berpikirnya belum cukup berkembang. Tugas perkembangan pokok bagi bayi adalah memperoleh atau mengembangkan sikap percaya dan mengatasi atau menghindari diri dari sikat tidak percaya tersebut. Ketercapaian sikap tersebut amat dipengaruhi kondisi lingkungan sekitar. Lingkungan pertama bagi anak adalah orang tuanya, terutama ibunya. Jika seorang bayi diberi perhatian, pemeliharaan, pemberian kasih sayang yang cukup seperti senyuman, belaian, maka cenderung anak akan mengembangkan sikap positif terhadap ibunya dan lingkungannya. Sikap ini menjadi dasar perkembangan kepribadian anak secara normal.
Berhasil dalam proses belajar mengajar di sekolah, sangat dipengaruhi
kepercayaan diri,kemampuan mengontrol emosi, dan kemampuan berinteraksi dengan
orang lain. Hal
tersebut berkaitan erat dengan Intelegensi Emosi (
Emotional Intelegence). Para pakar
banyak berpendapat bahwa sukses dalam karir banyak ditentukan oleh kecerdasan emosionaldibandingkan
kecerdasan intelektual. Olah karena itu upaya mengembangkan
kecerdasanemosional mendapat perhatian yang semakin besar. Dalam
Ancok (2003 : 35-36) dijelaskan bahwa ada beberapa ciri yang
menandakan seseorang memiliki kecerdasan emosional yang baik,antara lain
sebagai berikut :
a.
Mentalitas berkelimpahan (
abudance metality)Sifat kepribadian seseorang yang sukamembagi-bagikan
apa yang dimiliki kepada orang lain, dengan begitu dia akam merasa semakin
kaya. Sifat ini adalah kebalikan dari mentalitas pelit (scarcity mentality).
b.
Pikiran positif kepada orang lain
Dia akan melihat orang lain sebagai bagia darikebahagiaan hidupmya sendiri.
c. Kemampuan berempati
Sifat yang dimiliki
oleh orang yang bisa merasakan apa yangdirasakan orang lain.
d.
Komunikasi transformasional
Orang yang selalu memilih kata-kata yang enak untukdidengar orang lain.
e. Berorientasi sama-sama puas
Orang yang dalam interaksinyadengan orang lain inginmembuat orang lain
merasa gembira dan ia juga gembira.
f. Sifat melayani
Orang yang senang jika melihat orang lain senang dan susah jika
melihatorang lain susah.
g. Kebiasaan apresiatif merupakan Suka memberikan apresiasi kepada orang lain
Pengembangan kepribadian dalam kegiatan pembelajaran
dalam berbagai cara, disampingmelalui permainan juga dapat melalui petualangan
(adventure) dan kegiatan penuh tantangan. Dalam kegiatan pembelajaran
dituntut adanya inovasi. Banyak
pembelajaran untuk berfikir mencari penyelesaian masalah dengan pendekatannyasama sekali baru. Pikiranyang bersifat
terobosan inilah yang disebut inovasi.
D. Tahapan Perkembangan Moral dan Kepribadian
Lawrence Kohlberg mengkategorisasi dan mengklasifikasi respon yang
dimunculkan kedalam enam tahap perkembangan moral yang berbeda. Keenam tahapan
tersebut dibagi kedalam tiga tingkatan: prakonfensional, konvensional, dan
pascakonvensional. Karakteristik untuk masing-masing tahapan perkembangan moral
yang dimaksud disajikan dalam tabel berikut ini.
1. Tingkat 1 usia 0-9
thn Prakonvensional
Tahap 1 Moralitas heteronomi (orientasi kepatuhan dan hukuman)
Melekat pada aturan.
Tahap 2 Individualisme/ instrumentalisme (orientasi minat
pribadi) Kepentingan nyata individu. Menghargai kepentingan
oranglain
2. Tingkat 2 9-15 thn Konvensional
Tahap 3 Reksa interpersonal (orientasi keserasian
interpersonal dan konformitas (sikap anak baik). Mengharapkan hidup
yang terlihat baik oleh orang lain dan kemudian telah menganggap dirinya
baik.
Tahap 4 Sistem sosial dan hati nurani (orientasi otoritas dan
pemeliharaan aturan sosial (moralitas hukum dan aturan).
Memenuhi tugas sosial untuk menjaga sistem sosial yang berlangsung.
3.
Tingkat 3
Diatas 15 thn Pascakonvensional
Tahap 5 Kontrak sosial Relatif menjungjung tinggi aturan
dalam memihak kepantingan dan kesejahteraan untuk semua.
Tahap 6 Prinsip etika universal Prinsip etis yang dipilih sendiri, bahkan ketika ia bertentangan dengan hukum.
Tahap 6 Prinsip etika universal Prinsip etis yang dipilih sendiri, bahkan ketika ia bertentangan dengan hukum.
Perkembangan moral
menurut Piaget terjadi dalam dua tahapan yang jelas. Tahap pertama disebut
“tahap realisme moral” atau “moralitas oleh pembatasan” dan tahap
kedua disebut “tahap moralitas otonomi” atau “moralitas oleh kerjasama
atau hubungan timbal balik”. Pada tahap pertama, perilaku anak ditentukan oleh
ketaatan otomatis terhadap peraturan tanpa penalaran atau penilaian. Mereka
menganggap orang tua dan semua orang dewasa yang berwenang sebagai maha kuasa
dan anak mengikuti peraturan yang diberikan oleh mereka tanpa mempertanyakan
kebenarannya. Pada tahap kedua, anaka menilai perilaku atas dasar tujuan yang
mendasarinya. Tahap ini biasanya dimulai antara usia 7 atau 8 tahun dan
berlanjut hingga usia 12 tahun atau lebuh. Anak mulai mempertimbangkan keadaan
tertentu yang berkaitan dengan suatu pelanggaran moral.
E. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi
Perkembangan Moral dan Kepribadian
Perkembangan moral seorang anak banyak dipengaruhi oleh lingkungannya. Anak
memperoleh nilai-nilai moral dari lingkungannya, terutama dari orangtuanya. Dia
belajar untuk mengenal nlai-nilai dan berprilaku sesuai dengan nilai-nilai
tersebut. Dalam mengembangkan nilai moral anak, peranan orangtua sangatlah
penting, terutama pada waktu anak masih kecil. Beberapa sikap orangtua yang
perlu diperhatikan sehubungan dengan perkembangan moral anak, diantaranya
sebagai berikut :
1. Konsisten dalam mendidik anak
Ayah dan ibu harus memiliki sikap dan perlakuan yang sama dalam melarang
atau membolehkan tingkah laku tertentu kepada anak. Suatu tingkah laku anak
yang dilarang oleh orangtua pada suatu waktu, harus juga dilarang apabila
dilakukan pada waktu lain.
2. Sikap orangtua dalam keluarga
Secara tidak langsung, sikap orangtua terhadap anak, sikap ayah terhadap
ibu, atau sebaliknya, dapat mempengaruhi perkembangan moral anak, yaitu melalui
proses peniruan (imitasi). Sikap orangtua yang keras (otoriter) cenderung
melahirkan sikap disiplin semu oada anak, sedangkan sikap yang acuh tak acuh
atau sikap masa bodoh, cenderung mengembangkan sikap kurang bertanggungjawab
dan kurang mempedulikan norma pada diri anak. Sikap yang sebaiknya dimiliki
oleh orangtua adalah sikap kasih saying, keterbukaan, musyawarah
(dialogis).Interaksi dalam keluarga turut mempengaruhi perkembangan moral anak.
3. Penghayatan dan pengamalan agama yang dianut
Orangtua merupakan panutan (teladan) bagi anak, termasuk disini panutan
dalam mengamalkan ajaran agama. Orangtua yang menciptakan iklim yang religious
(agamis), dengan cara memberikan ajaran atau bimbingan tentang nilai-nilai
agama kepada anak, maka anak akan mengalami perkembangan moral yang baik.
4. Sikap konsisten orangtua dalam menerapkan norma
Orangtua yang tidak menghendaki anaknya berbohong, atau berlaku tidak
jujur, maka mereka harus menjauhkan dirinya dari prilaku berbohong atau tidak
jujur. Apabila orangtua mengajarkan kepada anak, agar berprilaku jujur,
bertutur kata yang sopan, bertanggungjawab atau taat beragama, tetapi orangtua
sendiri menampilkan perilaku sebaliknya, maka anak akan mengalami konflik pada
dirinya, dan akan menggunakan ketidakkonsistenan orangtua itu sebagai alas an
untuk tidak melakukan apa yang diinginkan orangtuanya, bahkan mungkin dia akan
berprilaku seperti orangtuanya.
Dalam usaha membentuk tingkah laku sebagai pencerminan nilai-nilai hidup terterntu,
Dalam usaha membentuk tingkah laku sebagai pencerminan nilai-nilai hidup terterntu,
Banyak faktor yang
mempengaruhi perkembangan moral peserta didik, diantaranya yaitu:
1. Faktor tingkat harmonisasi hubungan antara orang tua dan anak.
2. Faktor seberapa banyak model (orang-orang dewasa yang simpatik,
teman-teman, orang-orang yang terkenal dan hal-hal lain) yang diidentifikasi
oleh anak sebagai gambaran-gambaran ideal.
3. Faktor lingkungan memegang peranan penting. Diantara segala segala unsur
lingkungan social yang berpengaruh, yang tampaknya sangat penting adalah unsure
lingkungan berbentuk manusia yang langsung dikenal atau dihadapi oleh seseorang
sebagai perwujudan dari nilai-nilai tertentu.
4. Faktor selanjutnya yang memengaruhi perkembangan moral adalah tingkat
penalaran. Perkembangan moral yang sifatnya penalaran menurut Kohlberg,
dipengaruhi oleh perkembangan nalar sebagaimana dikemukakan oleh piaget. Makin
tinggi tingkat penalaran seseorang menrut tahap-tahap perkembangan piaget,
makin tinggi pula tingkat moral seseorang.
5. Faktor Interaksi sosial dalam memberik kesepakatan pada anak untuk
mempelajari dan menerapkan standart perilaku yang disetujui masyarakat,
keluarga, sekolah, dan dalam pergaulan dengan orang lain.
F. Karakteristik Perkembangan Moral dan Kepribadian
Karakteristik yang menonjol dalam perkembangan moral remaja adalah bahwa
sesuai dengan tingkat perkembangan kognisi yang mulai mencapai tahapan berfikir
operasional formal, yaitu mulai mampu berpikir abstrak dan mampu memecahkan
masala-masalah yang bersifat hipotetis maka pemikiran remaja terhadap suatu
permasalahan tidak lagi hanya terikat pada waktu, tempat, dan situasi, tetapi
juga pada sumber moral yang menjadi dasar hidup mereka (Gunarsa,1988).
Perkembangan pemikiran moral remaja dicirikan dengan mulai tumbuh kesadaran
akan kewajiban mempertahankan kekuasaan dan pranata yang ada karena dianggap
sebagai suatu yang bernilai, walau belum mampu mempertanggung jawabkannya
secara pribadi (Monks, 1988). Perkembangan moral remaja yang demikian, jika
meminjam teori perkembangan moral dari Kohlberg berarti sudah mencapai tahap
konvensioanl. Pada akhir masa remaja seseorang akan memasuki tahap perkembangan
pemikiran moral yang disebut tahap pascakonvensional ketika orisinilitas
pemikiran moral remaja sudah semakin jelas. Pemikiran moral remaja berkembang
sebagai pendirian pribadi yang tidak tergantung lagi pada pendapat atau pranata
yang bersifat konvensional.
Melalui pengalaman atau berinteraksi social dengan orang tua, guru, teman
sebaya atau orang dewasa lainnya, tingkat moralitas remaja sudah lebih matang
jika dibandingkan dengan usia anak. Mereka sudah lebih mengenal tentang
nilai-nilai moral atau konsep-konsep moralitas, seperti kejujuran, keadilan,
kesopanan, dan kedisiplinan Pada masa ini muncul dorongan untuk melakukan
perbuatan-perbuatan yang dapat dinilai baik oleh orang lain. Remaja berprilaku
bukan hanya untuk memenuhi kepuasan fisiknya, tetapi psikologis (rasa puas dengan
adanya penerimaan dan penilaian positif dari orang lain tentang perbuatannya).
G. Upaya Optimalisasi
Perkembangan Moral dan Kepribadian
Hurlock mengemukakan
ada empat pokok utama yang perlu dipelajari oleh anak dalam mengoptimalkan
perkembangan moralnya, yaitu:
1. Mempelajari apa yang diharapkan kelompok sosial dari anggotanya sebagaimana
dicantumkan dalam hukum. Harapan tersebut terperinci dalam bentuk hukum,
kebiasaan dan peraturan. Tindakan tertentu yang dianggap “benar” atau “salah”
karena tindakan itu menunjang, atau dianggap tidak menunjang, atau menghalangi
kesejahteraan anggota kelompok. Kebiasaan yang paling penting dibakukan menjadi
peraturan hukum dengan hukuman tertentu bagi yang melanggarnya. Yang lainnya,
bertahan sebagai kebiasaan tanpa hukuman tertentu bagi yang melanggarnya.
2. Pengambangan hati nurani sebagai kendali internal bagi perliaku
individu. Hati nurani merupakan tanggapan terkondisikan terhadap kecemasan
mengenai beberapa situasi dan tindakan tertentu, yang telah dikembangkan dengan
mengasosiasikan tindakan agresif dengan hukum.
3. Pengembangan perasaan bersalah dan rasa malu. Setelah mengembangkan hati
nurani, hati nurani mereka dibawa dan digunakan sebagai pedoman perilaku. Rasa
bersalah adalah sejenis evaluasi diri, khusus terjadi bila seorang individu
mengakui perilakunya berbeda dengan nilai moral yang dirasakannya wajib untuk
dipenuhi. Rasa malu adalah reaksi emosional yang tidak menyenangkan yang timbul
pada seseorang akibat adanya penilaian negatif terhadap dirinya. Penilaian ini
belum tentu benar-benar ada, namun mengakibatkan rasa rendah diri terhadap
kelompoknya.
4. Mencontohkan, memberikan contoh berarti menjadi model perilaku yang
diinginkan muncul dari anak, karena cara ini bisa menjadi cara yang paling
efektif untuk membentuk moral anak.
5. Latihan dan Pembiasaan, menurut Robert Coles (Wantah, 2005) latihan dan
pembiasaan merupakan strategi penting dalam pembentukan perilaku moral pada
anak usia dini. Sikap orang tua dapat dijadikan latihan dan pembiasaan bagi
anak. Sejak kecil orang tua selalu merawat, memelihara, menjaga kesehatan dan
lain sebagainya untuk anak. Hal ini akan mengajarkan moral yang positif bagi
anak
6. Kesempatan melakukan interaksi dengan anggota kelompok sosial. Interaksi
sosial memegang peranan penting dalam perkembangan moral. Tanpa interaksi
dengan orang lain, anak tidak akan mengetahui perilaku yang disetujui secara
social, maupun memiliki sumber motivasi yang mendorongnya untuk tidak berbuat
sesuka hati.
Interaksi sosial awal
terjadi didalam kelompok keluarga. Anak belajar dari orang tua, saudara
kandung, dan anggota keluarga lain tentang apa yang dianggap benar dan salah
oleh kelompok sosial tersebut. Disini anak memperoleh motivasi yanjg diperlukan
untuk mengikuti standar perilaku yang ditetapkan anggota keluarga. Melalui
interaksi sosial, anak tidak saja mempunyai kesempatan untuk belajar kode
moral, tetap mereka juga mendapat kesempatan untuk belajar bagaimana orang lain
mengevaluasi perilaku mereka. Karena pengaruh yang kuat dari kelompok sosial
pada perkembangan moral anak, penting sekali jika kelompok sosial, tempat anak
mengidentifikasikan dirinya mempunyai standar moral yang sesuai dengan kelompok
sosial yang lebih besar dalam masyarakat.
H. Manfaat Perkembangan
Moral dan Krpribadian Bagi Anak SD
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematik
melaksanakan program bimbingan, pengajaran, dan latihan dalam rangka membantu
siswa agar mampu mengembangkan potensinya, baik yang menyangkut aspek
moral-spiritual, intelektual, emosional, maupun social. Upaya sekolah dalam
memfasilitasi tugas-tugas perkembangan siswa akan berjalan baik apabila di
sekolah tersebut telah tercipta iklim atau atmosfir yang sehat atau efektif,
baik menyangkut aspek menejemennya maupun profesionalisme para personelnya. Masa
remaja akhir sudah mampu memahami dan mengarahkan diri untuk mengembangkan
dan memelihara identitas dirinya. Pemanfaatan perkembangan bagi independensi sebagai berikut
:
1. Berusaha untuk bersikap hati-hati dalam berprilaku, memahami kemampua dan
kelemahan dirinya.
2. Meneliti dan mengkaji makna, tujuan, dan keputusan tentang jenis manusia
seperti apa yang dia inginkan.
3. Memperhatikan etika masyarakat, keinginan orangtua dan sikap teman-temannya
4. Mengembangkan sifat-sifat pribadi yang diinginkannya.
Daftar Pustaka
Penney Upton, 2012. Psikologi Perkembangan, Jakarta: PT Gelora
Aksara Pertama.
Syahrilfuddin,Mahmud Alpusari, 2009.
Psikologi Pendidikan, Pekanbaru : cendikian Insani
Yudrik Jahja, Psikologi Perkembangan, Jakarta, Kencana
Singgih D Gunarsa,
2012. Dasar-Dasar dan Teori Perkembangan Anak,Jakarta: Penerbit Libri
Yeni Rachmawati, Euis
Kurniati, 2010. Strategi Pengembangan Kreativitas Pada Anak Usia Taman
Kanak-Kanak. Jakarta: Prenada Media Group.
0 comments:
Post a Comment