Senandung Pelangi
by. Mulyati Umar
by. Mulyati Umar
Matahari
seakan tersenyum menyambut pagi ini. Burung-burung berkicau merdu menyongsong
matahari pagi dari atas perbukitan di belakang dormitoryku. Hawa sejuk
perbukitan sangat terasa membawa suasana
hati menjadi tenang dan damai Perusahaan menyiapkan asrama bagi karyawannya
yang dikenal dengan dormitory. Dalam saru dormitory dihuni oleh 16 orang
karyawan. Kami yang 16 orang terbagi
dalam beberapa shift dan depatemen. Aku tinggal tak jauh dari perusahaan tempat
bekerja. Seperti hari biasanya, aku bersiap untuk berangkat kerja di tempat
yang baru. Hari ini genap satu bulan aku bekerja sebuah di perusahaan bonafit di Batam. Bagi
orang-orang yang sudah lama di sana, mereka sudah tidak asing lagi dengan
perusahaan ini, milik investor Jepang yang berada di kawasan Kawasan Industri
Batamindo.
Jam dinding sudah
menunjukkan pukul 06.30 WIB, aku sudah siap dengan uniform, tak lupa membawa ID
card merupakan tanda pengenal sebagai karyawan di sebuah perusahaan. Aku masuk
kerja pukul tujuh tepat, jadi masih ada
waktu setengah jam lagi. Teman lain juga sibuk dengan diri masing-masing.
Kuambil sepatu yang terletak di rak, kujinjing dan kuletakkan ke depan pintu.
Segera aku balik mengambil perlengkapan sholat yang sudah terletak rapi di atas
tempat tidurnya. Di depan tempat tidurnya terdapat tempat tidur Delia, Delia
hari ini off, karena besok malam
Delia baru masuk kerja, dia kebagian shift malam satu minggu kedepan. Pagi itu kami sibuk semua karena mau berangkat
kerja, Aku berangkat lebih awal, bersama temanku satu kamar bernama Zakiah.
“Zakiah,
ayo kita berangkat, sudah siapkan?”
“Udah,”
jawab Zakiah.
“Mari
Uni , kita berangkat!” Lalu kami pamit dengan teman-teman lain,
“Teman-teman, duluan ya.”
Namaku sebenarnya Aisyah, tapi mereka semua memanggilku uni panggilan buat orang yang lebih tua bagi orang minang. Terlahir
dari keluarga sederhana, makanya tamat SMA aku ikut program perekrutan tenaga
kerja yang diwadahi oleh Dinas Tenaga Kerja untuk bekerja di perusahaan yang
berada di Batam. Orang tuaku mengajarkan
anak-anaknya untuk taat dalam
melaksanakan kewajiban sebagai muslim. Berkat didikan orang tuaku aku bisa
menjaga diri diperantauan agar tidak salah dalam pergaulan. Walau baru bekerja
aku sudah sudah terbiasa aktif diberbagai kegiatan keagamaan, karena sejak
bangku SMA aku sudah aktif di kegiatan rohis di sekolah. Berpenampilan sedikit
cuek, aku termasuk orang yang dan tetap
menjaga diriku sebagai seorang muslimah yang taat. Ketika SMP aku membaca buku berjudul
JILBAB, pada bagian pertama dalam buku tersebut memuat QS AnNur ayat 31, sejak
saat itu aku mulai tertarik untuk berhijab dan mulai memutuskan untuk berhijab
saat aku SMA.
***
Bersama
Zakiah, aku mulai melangkahkan kaki menyusuri satu persatu anak tangga dari
lantai 3 tempat tinggalku, sampai di lantai bawah, dari sana kami berjalan kaki
menuju tempat kerja, karena jaraknya tidak begitu jauh. Sepanjang perjalanan
kami bercerita berbagai pergalaman kami selama bekerja di tempat yang baru ini
dengan orang-orang yang baru. Tak terasa, kami sudah dekat dengan gedung
perusahaan, kami masuk lewat gerbang samping yang dijaga oleh dua orang
security. Securitynya tersenyum ketika kami masuk, kami menganggukkan kepala
sambil membalas senyumnya, securitynya ramah, tak seperti yang dibayangkan
orang berwajah sangar.
Karyawan
lain juga mulai berdatangan, dengan seragam yang sama, ada yang paling
mengelitik hati orang yang melihat kami. Seperti anak sekolahan, batinku sambil
tersenyum. Ribuan orang karyawan dengan uniform disertai jilbab berwarna putih
mulai memenuhi halaman gedung dengan langkah bergegas menuju ruang kerja
masing-masing. Ingatanku melayang, suatu hari sopir taksi bertanya, “Mbak, di
sini karyawannya wajib pake hijab ya.”
“Ngak
mas“, jawabku.
Sopir
itu berkata lagi, ”Kok rata-rata pakai hijab yang punya muslim dan diwajibkan
memakai hijab ya,” tanyanya heran.
”Ngak
kok mas, mereka itu pakai jilbab karena memang sudah panggilan dari hati mereka
kali itu khan kewajiban setiap muslimah untuk menutup auratnya, ujarku.
Disamping itu di sini ada majlis taklim yang melakukan pengajian rutin setiap
minggunya dan kegiatan lain serta dengan sangat giat dalam dakwah”, lanjutku pada
sopir taksi.
Sampai di halaman gedung Aku dan Zakiah
berpisah, karena bagian kami berbeda, Aku di dept Enggenering, dan Zakiah ditempatkan di Dept Production.
“Zakiah,
Ntar sore kita pulang bareng lagi ya, tunggu di koridor bawah”
“Iya,Ni. Asalamu’alaikum,” balas Zakiah.
Aku dengan langkah bergegas menuju area kerjaku yang ada
di lantai tiga melewati tangga belakang gedung, tak lupa membuka sepatu dan
menjinjingnya, karen aturan perusahaan tidak diperbolehkan memakai alas kaki
dari luar. Sampai di atas segera menuju loker tempat penyimpanan
barang-barangku. Mukena yang kubawa tadi kusimpan di sana. Aku menganti
sepatuku dengan sepatu khusus yang di sediakan oleh perusahaan.setelah itu ku
menuju ke koridor. Di sana sudah ada beberapa teman-temanku satu departemen
berkumpul. Aku menghampiri mereka,
”Assalamulaikum.”
“Waalaikumsalam…,”
jawab Tari, Selvi, Nanik dan banyak lagi lainnya.
“Eh…Uni,
duduk Un”, sahut Tari.
Mereka
asyik ngobrol pagi itu sebelum masuk area kerja. Seperti hari biasanya, kami
menunggu instruksi di sini, sampai leadernya datang memberitahukan apa yang mau
dikerjakan hari ini. Itulah enaknya bagian Engginering
ini, kalau bagian produksi pagi itu udah mulai bekerja kita belum, kita
menunggu para Enginer, meeting merancang model apa yang akan
dibuat sampel untuk produksi selanjutnya. Itulah yang kerjaku minggu ini, untuk mengisi waktu
kosong, aku sering membawa buku atau majalah, jadi masih bisa mengisi
kekosongan dengan memambah ilmu. Hari ini kami di suruh stand by di kantin, menunggu perintah dari enginer apa yang mau di kerjakan.
Sekitar
pukul sepuluh aku dipanggil oleh leader
ku Mbak Wita untuk mendampingi enginer
yang akan membuat sample produk baru.
”Uni,
hari ini kamu akan membantu Mr David dan mas Yudi ya, segera ke area cleanroom.” Area ini adalah area
yang bebas dari semua debu,steril dari apapun. “Iya Mbak.” Balasku.
Aku
segera berdiri dan memberi batas bacaanku tadi, dan segera bergegas ke lantai
tiga, di mana area tempat kerjaku di sana engenering
area. Aku menghampiri lokerku dan mengambil pakaian khusus untuk masuk
ruangan cleanroom. Aku memakai
pakaian itu di ruangan cleanroom, memakai
pakain itu cukup dilapisi diluar dari uniform yang biasa dipakai. Pakaian itu
terdiri dari penutup kepala,baju langsung dengan celana seperti pakaian
mekanik,kalau sudah selesai memakainya…tahu ngak kayak pakaian anstronot. Setelah
selesai memakai pakaian dinasku itu, segera masuk ke tempat kerja, sebelum
masuk ke sana harus melewati lorong yang di biasanya kami sebut blower, karean
sampai dilorong itu tubuh kita akan dikipas dengan kuat sehingga semua debu
yang menempel dibadan hilang. Terus baru keruangan yang bebas debu, tertutup, dingin
dan kedap suara. Benar-benar steril lah…area kerjaku.
Sampai
di area di depan ada mikroskop dengan dua buah lensa okuler dan objektif,
disamping kanan ada sebuah komputer yang dihubungkan dengan sebuah kamera,
untuk melihat benda yang sangat kecil. Di situ sudah ada seorang Enginer, yang berkebangsaan Amerika, David itulah namanya, ia
datang hanya sekali tiga bulan untuk uji coba sampel yang dibuatnya, David didampingi
oleh seorang enginer bernama Yudi. Aku tak begitu mengenal Mas Yudi tapi kata
teman-teman, Mas Yudi sudah termasuk enginer
berpengalaman yang telah lama bekerja bagian ini. Orangnya berkacamata, itu
yang kuketahui. Aku mambantu David itu tugasku hari ini, memasang alat yang
sangat kecil sebelum dibuat menjadi sebuah harddisk, ternyata sangat rumit. Setelah
di pasang lalu david akan mengecek jaraknya
antara atas dan bawah atau istilahnya gap up or down. Tak terasa jam sudah
menunjukkan pukul 12.30 siang, Aku bilang break
dulu untuk lunch. Devid dan Mas
Yudi pun setuju, kami berjanji pukul dua mulai lagi.
Aku
segera keluar ruangan cleanroom dan membuka
pakain kerja tadi, bergegas Aku menuju kantin, tak lupa aku mampir ke loker
mengambil gelas, di koridor aku berjumpa dengan teman-teman lain, mereka sudah
siap makan siang. Kantinnya terletak di lantai satu, sampai di kantin suasana
sudah agak sepi, aku mengambil nasi, dengan lauknya ayam goreng, sayuran, ditambah
buah, sebuah jeruk. Lalu mencari tempat yang kosong segera duduk. Tak lama aku duduk dan mulai
menyuap makanan yang ada di depanku , tiba-tiba duduk seorang laki-laki tepat
dihadapakanku dan juga mau makan siang. Sepintas aku memperhatikannya, dan kembali
asyik makan sendiri.
Laki–laki
itu terus memperhatikanku, aku cuek aja, memang begitu adanya, orangnya super
cuek, tapi yang membuat aku heran aku ngak pernah melihat ada laki-laki yang
berani makan didepan wanita berhijab sepertiku. Biasanya mereka selalu menjaga
jarak, dan berusaha untuk menjaga diri dan pandangnya. Tapi yang satu ini
berbeda, akupun baru kali ini bertemu dengan ia, orangnya nampaknya juga cuek,
santai dan pandang matanya dari tak lepas memperhatikannku, lama-lama aku
canggung juga. Aku berpikir siapa orang ini, dari bagian mana? Lelaki itu
berkacamata dan satu lagi…yang membuat perasaan dag dig dug, ternyata orang
ganteng, wajahnya teduh dan pandangan matanya tajam. sebagai aku seorang wanita,
rasa itu akan slalu ada, dan aku selalu berusaha menjauhkan diri dari segala
fitnah dan slalu menjaga pandanganku. Tetapi ya Allah… Mengapa orang ini ada
dihadapanku? Kupandang lelaki itu, deg…jantungku berdetak, Aku merasakan ada
getaran aneh dalam dadaku. Aku termenung…dan seketika tersentak,
Astafirullah….Apakah yang kurasakan ini ya Allah…Aku bergegas beranjak dari
meja itu dan pergi meninggalkan lelaki yang masih asing bagiku, tapi dada ini masih
saja berdebar tak menentu, menghilangkan perasaan aneh yang mulai datang
menganggu pikiranku.
Segera
aku menuju mushola yang letaknya di
lantai tiga, agak melelahkan juga, kantin berada lantai satu, dan sebenarnya
perusahaan telah menyiapkan ruang sholat setiap lantai ada tapi ukurannya
kecil, kalau di lantai tiga itu cukup besar. Aku terbiasa sholat di sana. Setelah mengambil
wuhdu, segera sholat Zhuhur karena sebentar lagi akan
kembali bekerja membantu enginer David. Setelah selesai sholat, perasaanku
mulai tenang dan tertata lagi dengan baik. Aku melipat mukena dan memasukkannya
ke dalam tas kecil yang untuk tempat mukena.
Segera akupun berlalu dan menuju pintu mushola,
sampai diluar ku ambil sepatu yang tersusun rapi di rak. Deg…laki-laki tadi
juga siap sholat dan ada di sampingku. Ia tersenyum memandang kearahku, aku
tertunduk dan berusaha menjaga perasaanku yang mulai kembali berdebar-debar. Apakah
yang kurasakan ini? Kenapa dengan laki-laki ini yang tak kukenal, siapa dia
yang membuat hatiku dag dig dug tak karuan. Apakah ini yang dinamakan jatuh
cinta? Selama ini tak pernah merasakan dadaku berdegup kencang seperti ini. Tapi
siapakan laki-laki ini yang membuatku merasakan hal seperti ini.
Apakah
ini hanya nafsu atau memang rasa itu ada yang diberikan Allah kepada semua
hambaNya. Hatiku galau. Getar nada-nada indah itu makin kuat dihatiku. Ya Allah
inikah namanya cinta? Aku tak tahu. Setelah selesai memakai sepatu segera kuberanjak
pergi menuju areaku bekerja.
##
Setelah dua minggu sejak
kejadian itu, aku mulai sering bertemu dengannya, baik di kantin waktu lunch atau waktu jam sholat, tapi aku
mulai bisa menata hatiku. Aku memang selalu menjaga sikap dan tingkah laluku
menjadi seorang muslimah yang baik, dalam Islam tidak ada mengenal kata pacaran,
tapi kalau perasaan ini ada kata murabbiku itu normal namanya manusia, tapi
sebatas mana kita mampu menahannya itu yang menjadikan kita mulia disisi Allah
SWT. Aku pernah membaca buku tentang kecintaan orang-orang sufi. Disana
tertulis bagi siapa yang bisa menahan dari gejolak rasa cinta, apabila ia mati,
maka matinya dalam keadaan syahid. Aku selalu berusaha untuk itu dan kalau
Allah memang mentakdirkan itu akan menjadi jodoh kita akan dimudahkannya dengan
cara yang baik.
Siang
ini aku ada tugas lagi dengan David dan Mas Yudi diareaku bekerja melanjutkan
proyek kemaren. Setelah berapa lama waktu sudah menunjukkan pukul 3.30 menit,
aku minta izin sama David dan mas Yudi
untuk melaksanakan sholat ashar. Segera aku meninggalkan area kerjaku
dan menuju ruang ganti. Dengan langkah tergesa-gesa ku menuju ruang sholat.
Selesai sholat kembali ke area kerjaku. Diruang ganti aku bertemu lagi dengan
lelaki berkacamata itu. Ia tersenyum. Aku segera memakai pakain khusus dan segera masuk ke line area kerjaku
meninggalkan laki-laki berkacamata tadi. Sampai di line area yang ada hanya ada David, mas Yudi belum kelihatan
mungkin mas Yudi lagi sholat pikirku. Selang tak berapa lama mas Yudi muncul
dan kamipun mulai bekerja.
***
Sore
pulang dari kerja, Zakiah memberikan sebuah surat padaku.
Uni, ini
ada titipan surat, Zakiah menjurukkan tangannya sambil memberikan amplop putih.
“surat
apa ini Kiah, balasku.
Nanti
aja sampai dirumah kita balas ya un,”timpa Zakiah.
Sepanjang
perjalanan kami banyak diam, aku tak habis pikir ini surat siapa dan maksudnya
apa ini. Zakiah seakan enggan untuk mebahasnya dalam perjalanan.
***
Seteleh
sholat magrib, Zakiah menghampiriku.
Ia
menceritakan tentang abangnya, yang juga bekerja di bagian yang sama denganku.
Namanya Aditya, surat yang dikasih ke aku tadi ternyata dari Aditya, selama ini
Zakiah tak pernah menceritakan punya abang yang bekerja di bagian yang sama
denganku.
“Un,
coba baca dulu ya, apa yang disampaikan abangku dalam suratnya.” Pinta Zakiah.
Setelah
itu Zakiah beranjak dari hadapanku.
Surat
itu kuambil dan kuamati, apa maksud semua ini, aku masih binggung, sambil
membolak balik amplop surat tersebut.
Kusobek
pinggir amplop, kutari lembaran kertas putih yang ada di dalamnya, kubuka dan
mulai kubaca.
Bait
demi bait ku pahami maksud dari surat yang di tulis bang Aditya kepadaku.
Mataku terpana, pada paragraf dibawah dalam surat itu ia memintaku untuk
menjadi pendamping hidupnya. Hariku bingung, bimbang, ragu, sosok yang tak
pernah ku kenal, menyatakan keinginannya padaku. Kupandang dan kubaca lagi
surat tersebut, bahasanya sangat halus, sopan dan kata-katanya tertata dengan
rapi, sehingga mudah untuk di pahami….tapi, untuk menjadi pendamping hidupnya.
Sampai saat ini belum terpikir olehku untuk menjalin hubungan dengan lawan
jenis. Tapi Bang Aditya dengan terus terang melamarku, dan bersedia menemui
orang tuaku di Padang.
Tak
bisa kumembuat keputusan pada saat ini. Biarlah waktu yang menjawabnya.
Akhirnya kupasrah sama takdirku. Surat dari bang Aditya belum bisa kuberi
jawaban.
Pada
zakiah ku pesankan bahwa aku belum bisa memberikan jawaban untuk saat ini.
Alhamdulillah Zakiah maklum. Aku ingin istiqorah dulu ya Zakiah, jadi untuk
saat ini tak bisa ku beri keputusan.
Saat
ini hatiku galau abis, bang Aditya datang dengan lamarannya, sedangkan sosok
misterius yang slalu mengangguku dalam beberapa bulan ini juga membuat aku
binggung.
Kenapa
dengan aku, Ya Allah…berikanlah petunjukMu.
***
Waktu berlalu, tak terasa sudah tiga bulan
sejak surat dari bang Aditya, jawaban belum bisa kuberikan. Syukur Zakiah tak
pernah membahas masalah itu lagi. Akupun mulai tenang, sekarang aku saibuk
dengan dengan pekerjaanku. Karena produk yang kukerjakan beberapa bulan ini
dengan Mr David dan mas Yudi, berhasil. Aku senang sekali, bisa ikut bergabung
dengan Mr David, dalam membuat sampel produk yang akan di produksi. Dari cerita
supervisor dan leaderku dalam minggu ini akan masuk ke bagian produksi. Kalau sudah masuk bagian produksi unutk
beberapa minggu kedepan kami bisa santai.” wow, sukses,” ujar mas Yudi.
Tak
terasa sudah pukul lima sore waktunya pulang kerja. Aku siap-siap untuk keluar line area. Mas Yudi juga ikut keluar,
biasanya mas Yudi pulang lebih lama, namun hari ini mas Yudi keluar dari line area barengan denganku. Mungkin
produk yang dibuat sukses untuk masuk bagian produksi jadi mas Yudi juga bisa
keluar dari sana cepat, pikirku. Sampai diruang ganti, aku mengantung pakaian
khusus disebelah kanan dari pintu keluar. Tiba-tiba dibelakang ku dengar suara mas Yudi
memanggilku.
“Aisyah.”
“Ya,
mas. Ada yang bisa dibantu?” Sahutku
sambil membalikkan badan. Spontan aku terkesima. Deg! Betapa terperangahnya
aku, ternyata laki-laki berkacamata yang selama ini mengganggu pikiranku, tak
asing lagi, adalah Mas Yudi. Selama ini aku memang tidak mengenal wajah mas
Yudi, karena di line area yang tampak
hanya mata. Mas Yudi menghampiriku, setika jantungku seakan mau copot, wajahku terunduk. Ternyata Enginer
yang beberapa minggu ini slalu berkerjasama denganku dan David.
“Ngak
ada, cuman selama beberapa bulan ini kita sibuk bekerja, dan tak saling
mengenal kalau di luar area, padahal kita sering jumpa diluar.” ujar mas Yudi.
“Ia
mas,”
Hatiku
masih dagdigdug, kucoba untuk bersikap setenang mungkin. Ya Allah…yang
mengetahui segala yang ada dalam hati, lindungilah hambamu dari segala fitnah,
batinku.
Oh
iya,mas, aku balik duluan ya, Assalamualaikum…” ucapku sambil berlalu dari
hadapan mas Yudi dengan langkah bergegas.
***
Malam
habis isya aku asyik membaca Annida, yang baru kudapat tadi siang dari mbak
Tari, divisi Usaha majlis taklim di perusahaan. Kuambil bantal dari kuletakkan
tegak didinding kamar dormitoryku, aku segera bersandar, majalah Annida edisi
ini sangat kutunggu-tunggu, penasaran dengan kelanjutan kisah Eni, Rini, Butet
di Pesantren Impian karya Asma Nadia.
Tengah
asyik membaca Zakiah memanggilku.
“Un,
yang ingin ketemu,”
“Siapa
Kiah,” sahutku
Tak
berselang lama Zakiah muncul dihadapanku.
Ayo
Un!
Siapa
emangnya, kok kayaknya penting kali, balasku sambil malas-malasan. “Abangku
diluar mau ketemu, sebentar aja,” pinta Zakiah.
Rada
malas aku mengambil jilbab dan keluar ditemani Zakiah, menemui abangnya Bang
Aditya.
Sampai
diluar, Zakiah berujar,” bang, ini
Aisyah.
Bang
Aditya membalikkan badannya. “Mas Yudi,” sahutku kaget.
Deg!
Hatiku tak karuan, orang yang selama ku kenal ternyata abangnya Zakiah.
“Iya,
nama abangku Yudi Aditya.” celoteh zakiah, sambil tersenyum sama Bang Aditya
yang tak lain adalah Mas Yudi…. (
Mulyati Umar, Januari 2012).
0 comments:
Post a Comment